Apa yang terpikir ketika orang membahas kekurangan kita, menasehati mengenai kekurangan kita, memberi penekanan dan perhatian terhadap kekurangan kita? Rasa tidak nyaman, tersinggung, atau justru perasaan minder yang mengemuka? Mayoritas orang kita menunjukkan respon serupa.
“Kamu itu orangnya amburadul, kurang persiapan, orang jawa bilang grusa-grusu”
Kalimat itu meluncur ringan dan lugas, dan mendapat komentar semacam itu, tentu saja mekanisme self-correction kita segera bekerja, dengan tentu saja secara naluri muncul bantahan, argumen, penolakan, dan pertahanan diri. Perlawanan dan serangan balik segera disiapkan, namun sejenak hentikan dulu segala bentuk respon konyol tersebut, kita endapkan sejenak, apa benar begitu?
Berapa banyak dari kita yang suka mendapat pujian? “Kamu tampan/cantik, kamu baik, kamu orangnya jujur, kamu selalu rapi, kamu penolong.” Enak didengar dan nikmat dirasa? Wajah kita pun segera bersemu kemerahan, hidung mekar dan kembang kempis, kita tersenyum tersipu-sipu, lumrah saja, mayoritas orang kita akan menunjukkan respon serupa. Sebaliknya, bagaimana respon kita saat mendapat masukan : “Kamu itu ceroboh, kamu pemalas, kamu sombong, penampilanmu jelek” dan berbagai masukan lain yang menunjukkan kekurangan kita.
Normalnya kita lebih nyaman dengan pujian. Perkataan yang enak didengar lebih kita dengar dan perhatikan, namun faktanya, justru kritikan yang meningkatkan kualitas diri kita, membuat kita lebih korektif, membuat kita lebih lengkap, lebih baik. Logikanya, pujian akan menyampaikan sisi yang sudah baik dari diri kita, menyatakan sesuatu yang sudah ideal, terus apa yang mau kita lakukakan? Maksimal kita hanya akan mempertahankan itu, sisanya biarkan saja, toh tentunya kita sudah sadar dan umumnya mengetahui kelebihan yang ada dalam diri kita. Bagaimana menyikapi pujian? Cukup ucapkan terimakasih, jangan biarkan dan jangan beri kesempatan pujian membuat kita lemah, orang jawa bilang gembagus, yang berpotensi melemahkan kita bila tidak ada pujian yang kita terima.
Berikan perhatian lebih pada kritikan. Kemauan mendengar dan hati yang luas terhadap kritikan memberikan kita kesempatan untuk mengetahui sisi yang kurang dari diri kita, kritikan membuka mata kita mengenai apa yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan dari diri kita. Munculkan sikap bijak terhadap kritikan, tempatkan kritikan sebagai cambuk untuk perubahan ke arah yang lebih baik, jangan menjadi cengeng, kritikan bukanlah pembenar agar kita menjadi lemah, minder, malu, atau menyerah. Kritikan adalah bentuk kepedulian dari rekan kita, kritikan adalah pernyataan konstruktif yang bisa mengangkat derajat kita.
Jadikan kritikan sebagai titik evaluasi dan semangat untuk menjadi lebih hebat dan lebih bermanfaat bagi orang lain. Faktanya, tidak ada manusia yang sempurna, karena ketika kita menemukan satu kekurangan dan kita tangani kekurangan itu, kita tidak menjadi sempurna, namun kita akan menemukan kekurangan di level berikutnya, kita akan naik kelas, semakin tinggi dan lebih tinggi lagi. Nikmati pola pikir baru yang lebih positif terhadap kritikan, Bergembiralah menyadari kekurangan dan sikapilah dengan respon yang memajukan.
with regards,
Faizal SurpluS MBA
Motivator | Pendiri SurpluS Institute
www.surplusinstitute.com
0 respon:
Posting Komentar